top of page
Search
  • CSFI News

Potensi Perikanan, Konsumsi Ikan, dan Kesejahteraan Nelayan

Jakarta - (Selasa, 06 Apr 2021)

Setiap tanggal 6 April diperingati sebagai Hari Nelayan, dan tahun 2021 ini diperingati ke-61 kalinya. Hari Nelayan Nasional diperingati sebagai bentuk apresiasi terhadap jasa para nelayan dalam upaya pemenuhan kebutuhan protein dan gizi bagi seluruh lapisan masyarakat. Menurut Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP), luas wilayah laut yang dapat dikelola sebesar 5,8 juta km2, oleh karena itu sektor maritim atau kelautan dan perikanan menjadi sangat strategis. Meskipun demikian, selama ini sektor kelautan masih kurang mendapat perhatian serius bila dibandingkan dengan sektor daratan. Jika potensi pembangunan (ekonomi) kelautan Indonesia dikelola secara baik, masif, dan inovatif, maka dipastikan dapat menjadi salah satu sumber modal utama pembangunan, dan dapat memberikan manfaat yang maksimal bagi negara dan masyarakat. Hal ini selaras dengan kebijakan pemerintah menitikberatkan pada sumber daya maritim, di antaranya melalui kebijakan Poros Maritim dan Tol Laut. Presiden Jokowi berharap bisa mempercepat upaya untuk mengintegrasikan sumber daya darat (hinterland) dan laut untuk kesejahteraan bangsa.

Potensi Perikanan Potensi sektor perikanan Indonesia adalah yang terbesar di dunia, baik perikanan tangkap maupun perikanan budidaya dengan potensi produksi lestari sekitar 67 juta ton/tahun. Dari angka ini, potensi produksi lestari (Maximum Sustainable Yield = MSY) perikanan tangkap laut sebesar 9,3 juta ton/tahun dan perikanan tangkap di peraian darat (danau, sungai, waduk, dan rawa) sekitar 0,9 juta ton/tahun, atau total perikanan tangkap 10,2 juta ton/tahun. Sisanya, 56,8 juta ton/tahun adalah potensi perikanan budidaya, baik budidaya laut (mariculture), budidaya perairan payau (tambak), maupun budidaya perairan tawar (darat).

Berdasarkan angka produksi perikanan tangkap dan perikanan budidaya tahun 2018, produksi perikanan tangkap Indonesia mencapai 7,36 juta ton atau 72,17 persen dari potensi perikanan tangkap dan produksi perikanan budidaya mencapai 15,77 juta ton atau 27,76 persen dari potensi perikanan budidaya di laut dan darat. Menurut data Badan Pusat Statistik (BPS) yang dirilis pada tahun 2020, kontribusi sub-sektor perikanan terhadap total PDB Indonesia menurut harga berlaku mencapai 2,80 persen atau meningkat 0,15 persen dibandingkan tahun 2019 yang mencapai 2,65 persen. Bila dilihat dari laju pertumbuhan ekonomi Indonesia pada tahun 2020, sub-sektor perikanan termasuk salah satu yang mengalami pertumbuhan positif di tengah pandemi Covid-19, yaitu tumbuh sebesar 0,73 persen lebih rendah bila dibandingkan tahun 2019 yang tumbuh sebesar 5,73 persen.

Walaupun tumbuh positif pada 2020, namun selama masa pandemi pertumbuhannya lebih rendah bila dibandingkan selama tiga tahun terakhir (2017-2019) yang selalu tumbuh di atas 5 persen.

Konsumsi Ikan FAO menyebutkan bahwa ikan adalah sumber protein penting bagi manusia. Porsi ikan 150 gram dapat memberikan hingga 60 persen kebutuhan protein harian warga dewasa. Di negara-negara padat penduduk, di mana tingkat asupan protein tergolong rendah, ikan menjadi sumber gizi yang berguna. Peningkatan konsumsi ikan diharapkan mampu meningkatkan asupan gizi masyarakat, di mana ikan merupakan bahan pangan yang mengandung protein berkualitas tinggi. Berdasarkan hasil Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas) pada tahun 2020 yang dirilis oleh BPS, rata-rata konsumsi per kapita seminggu untuk jenis ikan dan udang segar mencapai 0,33 kg/kapita/minggu dan untuk ikan dan udang yang diawetkan mencapai 0,04 kg/kapita/minggu atau total konsumsi mencapai 0,37 kg/kapita/minggu. Dilansir dari worldatlas.com, beberapa negara memiliki jumlah konsumsi ikan tinggi antara lain China, Myanmar, Vietnam, dan Jepang, sedangkan Indonesia berada pada posisi ke-9 di bawah Malaysia. Oleh karena itu, dalam upaya peningkatan konsumsi ikan, KKP sejak 2004 menginisiasi sebuah program nasional Gerakan Memasyarakatkan Makan Ikan (Gemarikan) yang sifatnya promotif dan dilakukan dalam berbagai kegiatan, antara lain kampanye terbuka, penayangan iklan layanan masyarakat, dan lomba masak serba ikan.

Kesejahteraan Nelayan Indikator yang digunakan untuk mengukur tingkat kesejahteraan nelayan adalah Nilai Tukar Nelayan (NTN). NTN merupakan salah satu alat untuk mengukur tingkat kesejahteraan nelayan. NTN mengukur perbandingan antara indeks perubahan harga yang diterima nelayan dan indeks perubahan harga yang dibayar nelayan.

Jika NTN di atas nilai 100, maka nelayan dianggap sejahtera, karena kenaikan harga-harga yang diterima oleh nelayan lebih besar dibandingkan dengan kenaikan harga-harga yang harus dibayar oleh nelayan. Harga-harga yang harus dibayar ini meliputi harga barang-barang konsumsi rumah tangga, harga barang modal seperti pajan, umpan, pupuk, perahu, sewa tanah, sewa alat, upah buruh, dan pengeluaran lainnya. Sedangkan harga yang diterima meliputi harga komoditas sub sektor perikanan. Berdasarkan data BPS, NTP Maret 2021 mencapai 102,26, menurun 0,28 persen bila dibandingkan Februari 2021 yang mencapai 102,54. Selama kurun waktu Januari-Maret 2021, NTN selalu berada di atas angka 100 yang mengindikasikan bahwa nelayan Indonesia masih mampu membiayai pengeluaran rumah tangganya dari usaha sebagai nelayan. Kendati demikian, nelayan tradisional cenderung berada pada level bawah piramida sosial ekonomi Indonesia, yang hidup dalam kemiskinan. Semoga pemerintah senantiasa dapat memperhatikan kesejahteraan para nelayan dengan mengeluarkan kebijakan-kebijakan yang tidak hanya berorientasi untuk meningkatkan produksi dan sumber daya perikanan dan kelautan tetapi juga meningkatkan kesejahteraan nelayan sesuai misi Nawacita yang digagas oleh Presiden Jokowi menjadikan laut sebagai masa depan bangsa dan mengelola sumber daya kelautan dan perikanan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.

Selamat Hari Nelayan Indonesia ke-61!

Noviar, S.Si, M.Si Statistisi Madya BPS Provinsi Banten






91 views0 comments
Post: Blog2_Post
bottom of page