top of page
Search
CSFI News

Ini Harapan Pembangunan Ekonomi Kelautan Berkelanjutan

Updated: Jun 9, 2022

Jakarta (Samudranesia, Oleh Adityo Nugroho) – Komitmen 14 pemimpin dunia termasuk Indonesia melalui deklarasi Sustainable Ocean Economy (SOE) merupakan kesadaran baru dan langkah maju untuk semakin bijak mengelola laut. Deklarasi SOE didasari fakta bahwa kebutuhan pemanfaatan laut yang makin besar dewasa ini menyebabkan eksploitasi yang berlebihan.


Para pemimpin dunia tersebut menyadari bahwa pengelolaan laut saat ini dan masa depan perlu didasari oleh cara pandang yang sama, inklusif, berbasis pengetahuan, mengedepankan solidaritas, negara yang berbagi dan berkelanjutan. Dalam konteks Indonesia, pemerintah telah mengadopsi prinsip dan agenda SOE dalam kerangka pembangunan jangka menengah.

Namun demikian, problem yang dihadapi Indonesia dalam implementasi SOE adalah tingginya kompetsi antar sektor dalam pemanfaatan laut. Dalam beberapa kasus, pembangunan sektor perikanan, pertambangan dan pariwisata dalam satu wilayah selalu menjadi free rider dan berimplikasi munculnya efek nash equilibrium.


Demikian benang merah yang mengemuka dalam diskusi dan pengajian maritim bertema “Tantangan Indonesia dalam Agenda Sustainable Ocean Economy’ yang di selenggarakan oleh Ikatan Sarjana Kelautan Indonesia (ISKINDO) pada Jumat, (16/4/2021).


Diskusi yang diselenggarakan secara daring tersebut menghadirkan pembicara yaitu ketua umum Iskindo, Muh Zulficar Mochtar, direktur kelautan Bappenas, Dr Sri Yanti, Sesditjen Pengelolaan Ruang Laut, KKP, Dr Hendra Yusran, dan Ketua DPW Iskindo provinsi Gorontalo, Dr Aryanto Husain.


Ketua umum Iskindo, Muh Zulficar Mochtar mengatakan bahwa SOE memberikan peluang perbaikan tata kelola kelautan secara komprehensif dan terintegrasi meliputi ocean knowledge, ocean finance, ocean equity, ocean health dan ocean wealth.


“Ke depan, pengelolaan laut harus dilakukan secara lebih adil dengan memberikan peluang kepada semua orang untuk mengambil manfaat yang sama, termasuk nelayan yang selama ini terabaikan,” ujar Zulficar.


Dia juga mengapresiasi langkah pemerintah Indonesia yang ikut menginisiasi dan mendukung komitmen SOE tersebut.


“Peluang alternatif pendanaan sebesar USD 90 triliun dalam SOE perlu dimanfaatkan Indonesia untuk melanjutkan pembangunan kelautan nasional agar dapat memperbaiki tata kelola, melakukan rehabilitasi eksostim pesisir dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat nelayan,” ucapnya.


Sementara itu, ketua Dewan Pimpinan Wilayah Iskindo provinsi Gorontalo, Dr Aryanto Husain mengatakan bahwa tantangan implementasi SOE di Indonesia salah satunya adalah tingginya tingkat kompetisi antar sector dalam kegiatan pembangunan di pesisir dan laut.


“Konflik pemanfaatan ruang sering terjadi antara perikanan, pariwisata dan pertambangan menimbulkan sektor free raider,” ungkapnya.


Inkonsistensi pembangunan di pusat dan daerah semakin kelihatan dari perubahan atau revisi tata ruang yang kerap terjadi.


“Regulasi saat ini memungkinkan perubahan zona inti dalam kawasan konservasi dapat dilakukan dalam rangka mengakomodir Proyek Strategis Nasional, ini paradigma yang masih bertumpu pada pertumbuhan,” jelasnya.


Saat ini pemerintah sedang membangun sejumlah ruas jalan tol di provinsi Jawa Tengah sebagai proyek strategis nasional. Pembangunan jalan tol tersebut membutuhkan jutaan metrik ton pasir laut yang mengancam ekosistim pesisir di Jawa Tengah.


Dalam kesempatan yang sama, Direktur Kelautan Bappenas, Dr Sri Yanti memberikan jaminan bahwa inisiatif global seperti SOE dan SDGs telah diakomodir dalam strategi pembangunan jangka menengah dan jangka panjang nasional.


“Prinsip tidak ada yang ditinggal merupakan kaidah pemerintah dalam merumuskan program pembangunan kelautan, disini pemerintah terbuka atas masukan stakeholder,” kata Yanti.


Sekretaris Direktorat Jenderal Pengelolaan Ruang Laut, KKP, Dr Hendra Yusran Siri mengatakan bahwa KKP sedang menyiapkan sejumlah regulasi untuk mengoptimalkan pemanfaatan sumber daya laut dan pesisir. Pemanfaatan sumber daya yang ada di pesisir seperti mangrove, terumbu karang dan pasir laut perlu pengaturan.


“Hal ini dimaskudkan agar negara mendapat pemasukan dan lingkungan terpantau, jika tidak diatur kita rugi 2 kali yaitu lingkungan rusak dan negara tidak mendapat pemasukan,” tutup Hendra. (*)




41 views0 comments

Comments


Post: Blog2_Post
bottom of page